Sunday, December 17, 2006

Menulis di Blog Ternyata Asyik



Aku sih baru kenal yang namanya Web Blog. Walaupun sering ngenet, tapi belum tahu begitu banyak soal blog. E ternyata asyik juga punya blog. Seperti punya media tertulis sendiri, dimana aku bisa mengungkapkan segala uneg-unegku dengan bebas. Walaupun kayaknya aqu ga' begitu peduli tulisanku dibaca orang apa ga'?. Tapi yang penting, melaui blog aku belajar untuk menulis, tentu tidak sekedar menulis. Tapi menulis yang baik.

Ngomong-ngomong, tuh simbolnya Man United sengaja aku pasang disini. Soalnya aku lagi belajar uthak-athik fasilitas di blogger.com dan aku coba untuk menambahkan image ke dalam blogku. Dan yang ada di komputer ternyata gambar ini, ya gpp kebetulan sekali. Itu kan tim favoritku. Sekalian nampangin foto aku. He he he he.

Belajar Dalam Kondisi Kritis

Aku kemarin nonton sebuah acara di televisi. Di acara ini ada dialog dengan seorang profesor yang mengantarkan tim Olimpiade Fisika Indonesia meraih medali emas dalam Olimpiade Fisika di Singapura. Ditanya tentang kiat suksesnya, sang profesor menjawab, bahwa kuncinya adalah pada metode belajar yang ia terapkan pada anak didiknya. Mereka ketika belajar dikondisikan dalam suasana kritis. Menurutnya, orang dalam suasana kritis akan lebih bersemangat untuk keluar dari kondidi kritis itu. Segala potensi akan bisa keluar, yang biasanya dalam kondisi normal sulit untuk keluar. Demikian halnya dalam proses belajar untuk persiapan Olimpiade Fisika ini. Hal inipun rupanya dipahami oleh salah satu anak didiknya. Menurut dia, mereka dibiasakan dalam kondisi kritis supaya lebih bersemangat dalam belajar.

Lantas sang profesor memberikan contoh seorang ilmuan asal Jepang yang memperoleh nobel dalam bidang Fisika. Padahal selama sekolah nilai Fisika-nya selalu pas-pasan bahkan bisa dibilang jelek. Tapi suatu saat ini merasa terlecut dan tertantang untuk masuk jurusan Fisika (ketika kuliah), karena adanya penghinaan dari gurunya. Penghinaan gurunya ini (walaupun bagaimana, menghina tetaplah jelek), menjadi motivasi buat dirinya bahwa iapun bisa menjadi seperti sesuatu yang menurut orang lain impossible.

Semuanya berawal ketika ia pulang kembali ke Jepang setelah menyelesaikan kuliahnya. Ia dipasrahi mengelola sebuah lab dengan sekaligus menjadi kepala Lab, karena ia adalah satu-satunya orang dengan bidang yang sesuai dengan kepentingan didirikannya lab itu. Oleh karena keadaan kritis ini, ia "terpaksa" bekerja untuk mengelola lab, sebelum akhirnya ia menemukan sebuah partikel khusus yang mengantarkan ia mendapat Nobel bidang Fisika.

Belajar, menurutku adalah suatu kegiatan yang unik. Tiap orang punya cara yang berbeda untuk belajar, yang dengan cara itu ia merasa nyaman dan lebih cepat dalam mendapatkan pemahaman tentang apa yang ia pelajari. Ada yang belajar sambil dengerin radio, belajar dalam suasana sunyi, belajar sambil nyemil and macem-macem. Nah, ternyata dulu sudah ada temanku sudah ada yang mempraktekkan belajar dalam suasana kritis. Yaitu belajar 1 jam sebelum Ujian dimulai. Dengan cara ini, menurutnya, ia bisa belajar lebih efektif. Tapi mengapa hasilnya sering tidak maksimal. Mengapa hasilnya hanya B, C atau malah terkadang E?. Apa ada yang salah dengan aplikasi teori belajar dalam suasana kritis ini prof?. Atau pemahamanku dan pemahaman temanku saja yang keliru tentang teori belajar dalam suasana kritis?.

Kalau aku sih (dengan pemahamanku sendiri tentang belajar dalam kondisi kritis), tidak suka dan tidak mau belajar dalam kondisi kritis. Mending nggak usah belajar sekalian. Buat apa mengkondisikan diri sendiri dalam keadaan kritis, kalau itu membuat aku tidak nyaman. Toh, kita dianugerahi investasi waktu 24 jam setiap hari. Manage-lah waktu yang 24 jam itu. Jangan cuma main-main n nongkrong di jembatan, kafe, mall, warung atau dimana aja. (Kalimat terakhir ditujukan khusus, buat kamu yang sehari-harinya masih memakai seragam sekolah.)