Thursday, March 13, 2008

Trik Download mp3

DOWNLOAD MP3 DENGAN MUDAH

Pingin download mp3 dengan mudah. Masuklah ke Google dan gunakan pencarian dengan kata kunci ?intitle:index.of? mp3 [artist] [title] . Ubah [artis] dengan band/penyanyi yang kamu cari dan ubah [title] dengan judul lagunya. Setelah hasil pencarian ditampilkan, pilih salah satu. Maka lagu yang kamu bisa cari muncul dan bisa langsung didownload.
Selengkapnya downloadlaguindonesia.net

Wednesday, March 5, 2008


PERPISAHAN YANG MENYAKITKAN

Ovie masih saja duduk termenung di depan makam Alfred. Tak henti-hentinya ia menaburkan bunga di atas makam itu, padahal bunganya hampir menumpuk menutup seluruh makam itu. Tak bosan-bosan ia mengusap nisan makam itu. Sementara air mata terus mengalir membasahi pipi. Suara isak tangisnya menderu-deru mengiris hati. Ovie serasa tak percaya, padahal Alfred masih bersamanya semalam. Tapi Minggu pagi ini, ia harus kembali ke pangkuan yang kuasa karena ditabrak mobil saat meyeberang. Dan yang paling menyakitkan, mobil itu melarikan diri tak ketahuan rimbanya.


Ovie sungguh merasa kehilangan. Alfred-lah yang selama ini menjadi menjadi tempat baginya untuk berbagi rasa dan cerita. Alfred-lah yang selalu menghiburnya bila ia sedang sedih. Juga Alfred-lah yang selalu membuatnya tersenyum dan bersemangat kala ia sedang muram. Ovie selalu terbayang dengan sikap manjanya itu. Pokoknya Alfred adalah segalanya baginya. Tak akan tergantikan oleh apapun juga.


Matahari sudah hampir tinggi, tapi Ovie tak kunjung beranjak berdiri. Sedari pagi ia telah duduk di situ. Mamanya yang sejak tadi menemani, sampai bosan membujuk Ovie agar mau pulang. Ingin meninggalkannya sendirian, Mama tentu tak tega. Mama tentu tak ingin membiarkan Ovie sendiri dalam kesedihan.


“Ovie sayang, ayo dong kita pulang”. “Hari sudah siang nih, lagian Mama sudah lelah!”.


“Nggak, Ovie nggak mau pulang!”. “Pokoknya Ovie mau menemani Alfred di sini”. “Kalau Mama mau pulang, pulang aja sendiri”, jawab Ovie dongkol sambil terisak-isak.


“Tapi Ovie, nanti kamu sakit sayang!”.


“Biar, biar Ovie sakit”. “Pokoknya Ovie nggak mau pulang, Ovie harus menemani Alfred di sini!”.


“Mama ngerti perasaan kamu sayang”. “Tapi kamu juga nggak bisa terus-terusan begini!”. “Alfred pasti tambah sedih deh kalau kamu tetap begini”. Kali ini Ovie hanya diam menunduk. Tak minat lagi ia memberi alasan pada Mama-nya. Hatinya sudah bersikeras untuk tetap bertahan.


“Ya sudah kalau begitu”. “Kamu sudah membuat pilihan dan Mama percaya sama kamu!”. Akhirnya sang Mama memilih untuk pulang. Ia terpaksa meninggalkan Ovie tenggelam sendiri dalam kesedihannya. Nanti toh ia akan sadar dengan sendirinya.


Tak lama sepeninggal sang Mama, giliran Papa yang datang. Ia berdiri di belakang Ovie yang duduk termenung. Ditatapnya dengan penuh kasih sayang anak perempuan satu-satunya itu. Dari lima anak-anaknya, Ovie adalah anak terakhir dan satu-satunya yang perempuan. Padahal sejak dulu ia selalu menginginkan anak perempuan. Tapi rupanya Tuhan baru mengabulkan permintaannya di anak yang ke lima. Oleh karena itu, ia sangat menyayangi Ovie lebih dari anak-anaknya yang lain.
“Papa juga mau mengajak Ovie pulang khan?”. Rupanya Ovie telah menyadari kedatangan Papa-nya. Papa-nya jadi salah tingkah.
“Nggak, nggak!”. “Papa bukannya mau ngajak kamu pulang”. “Papa cuma mau lihat keadaan kamu di sini kok”. Keduanya terdiam untuk sesaat. “Hmm, kamu lapar nggak Vie, makan dulu yuk?”.
“Tuh khan, Papa mau ngajak Ovie makan di rumah”.
“Bukan, bukan begitu”. “Papa mau ngajak Ovie makan, dimana aja asal Ovie mau!”.
“Kalau Ovie mau makan di sini gimana, Papa mau?”.
“OK, OK nggak masalah”. “Kamu tunggu di sini sebentar ya, Papa akan kembali”. Habis berkata seperti itu, Papa-nya langsung ngeloyor pergi. Ovie memperhatikan tingkah laku ayahnya itu dengan senyum kecut. Kok ya mau-maunya Papa menuruti kemauanku, pikir Ovie. Tapi memang seperti itulah Papa-nya Ovie. Apa saja akan dilakukannya untuk menyenangkan putrinya.


Sepuluh menit kemudian, kembalilah sang Papa dengan terburu-buru. Di tangannya sudah ada sepiring makanan dan segelas orange juice kesukaan Ovie.
“Nih Ovie, kamu makan ya biar nggak sakit!”. Ovie menerima makanan dari Papa-nya dan langsung memakannya dengan lahap. Karena sedari tadi memang perutnya sudah keroncongan, menuntut haknya untuk di isi. Pura-pura saja kalau ia bilang nggak lapar. Sehabis makan, giliran orange juice-nya yang habis dalam beberapa teguk. Sang Papa hanya tergeleng-geleng melihat anaknya yang satu itu.

“Sudah kenyang Vie?”
“Sudah Pa!”.
“Nah begitu dong”. “Begitu khan lebih baik”. “Oh ya Vie, Si Bonie nyari kamu tuh!”.
“Bilang aja Ovie nggak ada Pa”. “Lagian apa maunya sih tuh cowok sering-sering datang kemari?”.
“Ya mana Papa tahu”. “Yang seharusnya lebih tahu khan kamu!”. “Tapi Papa sudah terlanjur bilang, supaya dia menunggu sebentar, Papa mau panggilin kamu”.
“Ya udah, bilang aja lagi kalau Ovie lagi sakit dan nggak mau diganggu”. “Pokoknya, saat ini Ovie nggak ingin ketemu dengan siapapun juga termasuk dengan Si Bonie”. “Ovie hanya mau berdua saja dengan Alfred”.
“Ovie Ovie, Papa benar-benar nggak ngerti dengan keinginan kamu” “Untuk kali ini, Papa angkat tangan deh”. Seperti sang Mama sebelumnya, Papa pun menyerah. Ia lebih memilih pulang daripada menuruti keinginan Ovie yang semakin konyol.


Setelah orang kedua pergi, setengah jam kemudian datanglah orang ketiga. Kali ini yang datang adalah Si Robbie, kakak ketiga Ovie. Robbie baru saja pulang dari kuliah. Dibandingkan dengan kakak-kakak yang lain, Robbie lah yang paling dekat dengan Ovie. Robbie langsung duduk di samping Ovie dan, dirangkulnya adiknya yang cantik itu. Diusapnya rambut dan kening Ovie.


“Ovie, kakak tahu kamu pasti sedih banget”. “Semua orang akan merasa sedih bila kehilangan yang disayanginya”. “Begitu juga kakak, kakak sedih sekali waktu Dorry meninggal”. “Tapi kakak tahu, kakak masih punya banyak hal lain yang kakak sayangi dan sebaliknya menyayangi kakak”. “Begitu juga dengan kamu Ovie, kamu masih punya Papa, Mama, Kak Romy, Kak Jacky, Kak Robbie dan Kak Ronnie. “Mereka adalah orang-orang yang kamu sayangi dan juga menyayangi kamu”. “Mereka selalu ada di kala kamu sedang sedih, merekalah yang membuatmu tersenyum di kala kamu sedang muram”. “Kamu mesti tabah dong sayang!”.
Mendengar penjelasan panjang lebar dari Robbie, tampaknya luluh juga Ovie. Ditatapnya wajah kakaknya dengan senyum kebahagiaan. Setelah itu dipeluknya kakaknya erat-erat. Robbie pun menyambut pelukan adiknya dengan kelembutan hatinya. Lantas keduanya berdiri dan melangkah pergi untuk pulang. Ovie menggamit pinggang kakaknya dengan mesra. Papa dan Mama yang tadi datang bersama Robbie, menyambut kedua anaknya itu dengan pelukan hangat. Mama mengusap air mata yang membasahi pipi Ovie dengan sapu tangan. Tak kuasa ia menahan keharuan tatkala menatap wajah putrinya yang nakal itu.

“Kita pulang ya Nak?”. Ovie hanya mengangguk pelan. Keempatnya lantas berjalan beriringan pulang.

Bila mengingat peristiwa menyedihkan itu, ingin rasanya Ovie tersenyum bahkan kalau perlu tertawa terbahak-bahak. Dipandanginya foto yang tergantung di dinding kamarnya itu. Fotonya waktu masih kelas 6 SD sedang menggendong Alfred kucingnya, sedang disampingnya adalah Kak Robbie dengan burung kakatua kesayangannnya Si Dorry. Robbie lah yang waktu itu mengubur Alfred di belakang rumah sesuai dengan permintaan Ovie. Ovie tak habis mengerti mengapa dirinya sampai sebegitu-begitunya. Padahal kalau mau, dia bisa saja menengok makam Alfred setiap hari.

Tuesday, March 4, 2008

YANG MEREKA BILANG ITU DOSA



Mereka bilang ini dosa,
Kata siapa, wong ini enak, kataku
Mereka ngomong ini haram,
Siapa bilang, wong semua orang berebut
Tidak peduli Lurah, Camat, ulama bahkan presiden
Mereka juga bilang, aku tidak punya nurani
Lalu aku bilang, apakah atasanku memilikinya?.

Korupsi, korupsi, dan korupsi
Itulah yang bilang dosa dan haram
Mengambil yang bukan milik
Memalak yang bukan hak
Memalsu yang bisa dipalsu

Aku tidak pernah peduli
Pada kalian yang merasa kukhianati
Hanya satu yang terpatri di kepala
"AMBIL SELAGI BISA"
Hanya satu yang terpatri di hati
"KORUPSI ADALAH SEBUAH TRADISI"

Sampai saat itu tiba
Aku masih terus bernafsu
Sampai saat itu menjemput
Aku masih terus memburu dunia
Aku terus mengkhianati kalian

Sebelum tanah menghimpit raga
Sebelum sesal menampar hati
Dan sebelum aku baka dalam siksa
Akulah sang raja dunia
Akulah sang penguasa rimba
Hati Kawula

Aku terbang bersama mimpi-mimpiku
Aku luruh menjadi asap
Membumbung tinggi bersama angan-anganku
Terbang tinggi selayak satria Pringgadani
Di atas samudera biru nusantara

Oh,
Alangkah sempurnanya mimpi-mimpi itu
Begitu hebatnya angan-angan itu
Tiada cacat tiada cela
Serupa melati mawar berbingkai permata
Serupa jamrud di tengah dunia

Kujelajah negeri Anta Berantah
Tuk mencari tambatan mimpi-mimpiku
Tambatan serupa angan-anganku
Pengobat seuntai air mata rinduku

Kubertamu pada istana-istana yang megah membahana
Kutemui raja-raja bermahkota permata ludira
Singgasananya mengambang di atas tirta samsara para kawula
Busananya berlapis sutera ungu memukau
Para dayang cantik berhias bulu-bulu putih keperakan menyilaukan mata
Para menteri duduk menunduk berjajar

Wahai Raja, hamba datang!
Kupersembahkan berpeti-peti petisi
Titipan para kawula yang ber-Puputan Margarana
Titipan para kawula yang berteriak-teriak karena derita

Wahai Raja, hamba datang!
Hanya untuk sekedar mengingatkan
Barangkali engkau telah lama tertindih hati nurani
Oleh bujuk rayu manis para Sengkuni!

Sesungguhnya tak banyak yang mereka harapkan
Hanya sedikit waktu dari sehari penuh
Hanya sekejap dari waktu matamu terjaga
Hanya setitik dari rasa empatimu
Hanya setetes dari rasa peduli yang tersimpan dalam kuali hatimu.