Friday, November 28, 2008

THE IGNORED

Kawan, ini adalah kisah tentang para penjual.Sungguh mereka masih muda, ganteng dan cantik. Dalam keranjang hatinya yang tampak menyedihkan dan sangat butuh dikasihani, mereka hanya menawarkan dua macam barang dagangan. Kedua barang itu berwarna putih, tampak begitu besar dan berat sehingga kelihatan letih sekali mereka membawa dan menawarkan barang dagangan itu. Keringat mengucur dari dahi mereka, demikian juga air mata mereka. Keringat dan air mata membasahi dagangan mereka sehingga warnanya kini berubah menjadi sedikit kusam, putih agak abu-abu.

Sekian waktu berjalan, sampailah mereka di depan sebuah gedung yang mengesankan intelektualitas. Seorang lelaki yang tua namun berkuasa duduk santai di depan gedung itu. Beberapa orang yang mungkin bawahannya, duduk penuh takdim mengelilinginya. Dengan perasaan takut dan was-was, mereka menawarkan barang dagangannya kepada pak tua itu. Melihat barang dagangan mereka, pak tua itu malah tertawa lebar. Lebar sekali sehingga nampak jelas giginya yang cuma tinggal beberapa butir.

"Ha ha ha ha, untuk apa barang dagangan seperti itu kau tawarkan padaku?. Aku nggak butuh yang seperti itu, nggak ada untungnya buat kau. Aku butuh yang bisa menghasilkan uang, uang dan uang. Jaman sekarang butuh uang, bukan yang begituan. Sudahlah pergi sana, tawarkan saja itu pada yangmau, kalau memang ada yang, ha ha ha ha".Tawa orang tua itu kembali meledak diikuti tawa anak buahnya. Merasa malu dan terhina, mereka segera menyingkir dari tempat itu.

Sekarang mereka berjalan kembali, sampai saat senja turun menjelang malam. Mereka menuju sebuah lahan kosong, yang sepi, tidak terawat dan penuh ditumbuhi ilalang. Lantas mereka mencangkul tanah, membuat sebuah lubang besar. Mereka memasukkan barang dagangan mereka ke dalam lubang itu kemudian menutupnya kembali dengan tanah. Sebuah papan besar berwarna hitam mereka tancapkan di atasnya. Di papan itu terpampang sebuah tulisan mencolok berwarna merah, "TELAH BERISTIRAHAT DENGAN PENUH KEDAMAIAN, MILIK KAMI TERCINTA, IDEALISME DAN PROFESIONALISME".

Sunday, November 23, 2008

YANG MEREKA BILANG ITU DOSA

Mereka bilang ini dosa,
Kata siapa, wong ini enak, kataku
Mereka ngomong ini haram,
Siapa bilang, wong semua orang berebut
Tidak peduli Lurah, Camat, ulama bahkan presiden
Mereka juga bilang, aku tidak punya nurani
Lalu aku bilang, apakah atasanku memilikinya?.


Korupsi, korupsi, dan korupsi
Itulah yang bilang dosa dan haram
Mengambil yang bukan milik
Memalak yang bukan hak
Memalsu yang bisa dipalsu


Aku tidak pernah peduli
Pada kalian yang merasa kukhianati
Hanya satu yang terpatri di kepala
"AMBIL SELAGI BISA"
Hanya satu yang terpatri di hati
"KORUPSI ADALAH SEBUAH TRADISI"

Sampai saat itu tiba
Aku masih terus bernafsu
Sampai saat itu menjemput
Aku masih terus memburu dunia
Aku terus mengkhianati kalian

Sebelum tanah menghimpit raga
Sebelum sesal menampar hati
Dan sebelum aku baka dalam siksa
Akulah sang raja dunia
Akulah sang penguasa rimba

Hati Kawula

Aku terbang bersama mimpi-mimpiku
Aku luruh menjadi asap
Membumbung tinggi bersama angan-anganku
Terbang tinggi selayak satria Pringgadani
Di atas samudera biru nusantara

Oh,
Alangkah sempurnanya mimpi-mimpi itu
Begitu hebatnya angan-angan itu
Tiada cacat tiada cela
Serupa melati mawar berbingkai permata
Serupa jamrud di tengah dunia

Kujelajah negeri Anta Berantah
Tuk mencari tambatan mimpi-mimpiku
Tambatan serupa angan-anganku
Pengobat seuntai air mata rinduku

Kubertamu pada istana-istana yang megah membahana
Kutemui raja-raja bermahkota permata ludira
Singgasananya mengambang di atas tirta samsara para kawula
Busananya berlapis sutera ungu memukau
Para dayang cantik berhias bulu-bulu putih keperakan menyilaukan mata
Para menteri duduk menunduk berjajar

Wahai Raja, hamba datang!
Kupersembahkan berpeti-peti petisi
Titipan para kawula yang ber-Puputan Margarana
Titipan para kawula yang berteriak-teriak karena derita

Wahai Raja, hamba datang!
Hanya untuk sekedar mengingatkan
Barangkali engkau telah lama tertindih hati nurani
Oleh bujuk rayu manis para Sengkuni!

Sesungguhnya tak banyak yang mereka harapkan
Hanya sedikit waktu dari sehari penuh
Hanya sekejap dari waktu matamu terjaga
Hanya setitik dari rasa empatimu
Hanya setetes dari rasa peduli yang tersimpan dalam kuali hatimu.

Professionalism and Idealism

Sesungguhnya seperti isme-isme yang lain, dia memang menuntut perjuangan dan pengorbanan. Konsistensi kita dalam menjalankan nilai yang terkandung dalam isme itulah yang menjadikannya benar-benar sebuah isme. Tapi entah kenapa, konsistensi itu itu pula yang memberikan implikasi kurang menyenangkan bagi kita. Inilah yang lantas secara aklamasi kita sebut sebagai sebuah ironi.


Let's talk about Idealism

Idealisme hanya hanya akan membuat kamu miskin dan termarginalkan. Terutama bila kamu tidak didukung oleh sistem dimana kamu sendiri menjadi elemen dari sistem itu sendiri. Sebenarnya tidak pernah ada yang salah dengan sistem, karena ia selalu dibuat dengan sebagus dan seideal mungkin.Hanya saja personal-personal yang membentuk sistem itu sendirilah yang membuat sistem tampak cacat. Tapi memang baru sampai di situ sajalah kemampuan kita, masih sibuk mengutak-atik/membangun sistem dan melupakan membangun elemen-elemen pendukungnya. Apa jadinya bila kita bersusah payah memegang idealisme sementara kita dikelilingi oleh orang-orang yang skeptis dan oportunis. Bersiap-siaplah untuk merana, dihina dan ditertawakan.
Ironi 1 : Orang yang idealis malah miskin termarginalkan


Let's talk about Professionalism.

Sedangkan profesionalisme membuat kamu seperti orang paling bodoh di dunia. Di dalam sistem yang tidak sejalan dengan prinsip kamu, kamu adalah ALien, keberadaan kamu dianggap tidak teridentifikasi seperti UFO (Unidentified Flying Object). Itu artinya kamu harus mengambil jalan yang pastinya berbeda dengan jalan yang diambil kebanyakan orang. Jalan yang karena banyak orang yang yang melaluinya, maka dianggap benar. Kamu berteriak keras menunjukkan keteguhan prinsip kamu, tapi mereka sama sekali acuh tak acuh, tak peduli. Jadilah kamu seperti orang yang tampak bodoh.
Ironi 2 : Orang profesional malah tidak dianggap dan terlihat bodoh


What we try to say.

Mereka, kebanyakan orang itu, memang sering berkumpul, rapat, diskusi, mengadakan seminar tentang profesionalisme dengan tema-tema yang megah, menggetarkan jiwa. Mereka pintar beranalisa, berargumentasi dan juga berkonspirasi. Tapi apa yang mereka analisa dan argumentasikan, never more than just a fake. A great conspiration covered by a fake.
Ironi 3 : Megah tapi palsu


The conclution.

Aku sebenarnya malu mengucapkan semua ini. Aku malu dan malas harus bertengkar soal profesionalisme dan idealisme. Aku bahkan rela jika dikatakan kurang beretika. Aku seharusnya adalah orang yang bekerja dengan dasar ketulusan dan keikhlasan. Tapi apa daya, bagaimanapun aku tetap manusia biasa, bahkan ketulusan dan keikhlasan itu tak mampu memberikan aku kehidupan. Aku membutuhkan timbal balik sebagai konsekuensi dari tuntutan profesionalisme yang sudah kami laksanakan.
Ironi 4 : Aku mau tapi malu dan malas


Closing Statement

"Idealisme menuntun kita pada kehancuran. Profesionalisme di institusi ini adalah sebuah pertanyaan. KENYATAAN DALAM DUNIA FANTASI"

Tuesday, November 18, 2008

Psychology Addiction

“Cinta itu bisa menimbulkan adiksi psikologi, kecanduan secara psikologi, atau bahasa kerennya Psychology Addiction”

Itulah sebuah teori baru yang dikatakan temanku ketika asyik ngobrol sambil menikmati keindahan alam Taman Hutan R. Soeryo, Pacet. Sebuah teori yang bahkan belum pernah kudengar dari Dokter Cinta yang ada di rubrik-rubrik cinta majalah remaja, atau bahkan dari maha guru cinta semacam Shakespeare dan Kahlil Gibran.

Sebuah teori yang mungkin saja mengusik ketenangan jiwa para ahli psikologi, memaksa Sigmund Freud bangkit dari kuburnya lantas mengeluarkan komentar sinin, “Teori apaan itu, sok tahu kamu!!”

Jika dipikir-pikir, temanku itu hanya berusaha untuk mengungkapkan sebuah makna sederhana saja. Makna yang rasanya semua orang pernah mengalaminya, tetapi jarang yang menyadarinya. Maksud dari adiksi psikologi itu kurang lebih adalah seperti berikut ini. Katakanlah ada seorang cewek yang mempunyai seorang cowok yang benar-benar ia sayangi. Maka setiap saat si cewel akan menerima atau bahkan menuntut limpahan perhatian dan kasih sayang dari sang cowok. Lantas ada suatu masa dimana terjadi kerenggangan dalam hubungan mereka, yang akhirnya mengakibatkan mereka “Break!”, putus tali cinta. Entah karena faktor apa itu, tapi itulah yang terjadi, that’s the fact, they broke up!!.

Nah, secara otomatis limpahan perhatian dan kasih sayang yang biasa diterima si cewek dari sang cowok akan terhenti. Setelah itu, si cewek akan berusaha secepat mungkin mencari pengganti limpahan perhatian dan kasih sayang yang telah menghilang. Dengan kata lain, ia akan berusaha mencari cowok baru secepatnya. Kadang begitu cepatnya sehingga terkesan si cewek tidak selektif,siapa sajalah aku mau asalkan segera dapat cowok, mungkin itulah yang ada di pikiran si cewek. Sebagai pelampiasan, itulah istilah umumnya.

Ia begitu membutuhkan seseorang yang menurut dia “mau peduli pada perasaannya”, seseorang yang secara intens memberikan perhatian padanya. Seseorang yang setiap saat bertanya, “Dah makan belum?”, “Udah sholat ta?”, “Gi dimana sayang?” atau sekedar bertanya, “Gi ngapaen honey?,kangen nih”. Pertanyaan-pertanyaan yang menurut dia adalah manifestasi dari rasa peduli yang ada di hati.

Nah, bila ada cewek seperti itu, bisa dikatakan dia terkena penyakit adiksi psikologi. Limpahan kasih sayang dari sang cowok membuatnya kecanduan sehingga begitu limpahan kasih sayang itu menghilang, ia berusaha secepat mungkin mencari penggantinya. Seakan hidup begitu sepi,hambar,sakit, tanpa limpahan kasih sayang cowok.

Dan menurutku, pribadi semacam ini adalah pribadi yang lemah, rapuh. Yang dipikirkannya hanyalah “perasaanku”, bukan “perasaannya”. Orang seperti inilah yang perlu dikasihani, bukan orang yang air matanya mengalir deras karena putus cinta. Orang yang menangis itu adalah orang yang berani mengekspresikan perasaannya. Sedangkan para adiksioner, lebih takut mengekspresikan perasannya, karena pada dasarnya ia memang takut pada perasaannya sendiri. Ingin sekali kutegaskan, bahwa orang yang menangis tidaklah selalu orang yang cengeng/lembek/rapu/lemah, pun orang yang kepalanya selalu tegak, kering air mata, tidaklah selalu orang yang tegar.

Ini adalah cara pandangku kawan, aku yakin kamu punya cara pandang sendiri, maka tuliskanlah. Seperti bunyi sebuah kata bijak, “karena tidak semua hal bisa diucapkan, maka tuliskanlah”.