Tuesday, November 18, 2008

Psychology Addiction

“Cinta itu bisa menimbulkan adiksi psikologi, kecanduan secara psikologi, atau bahasa kerennya Psychology Addiction”

Itulah sebuah teori baru yang dikatakan temanku ketika asyik ngobrol sambil menikmati keindahan alam Taman Hutan R. Soeryo, Pacet. Sebuah teori yang bahkan belum pernah kudengar dari Dokter Cinta yang ada di rubrik-rubrik cinta majalah remaja, atau bahkan dari maha guru cinta semacam Shakespeare dan Kahlil Gibran.

Sebuah teori yang mungkin saja mengusik ketenangan jiwa para ahli psikologi, memaksa Sigmund Freud bangkit dari kuburnya lantas mengeluarkan komentar sinin, “Teori apaan itu, sok tahu kamu!!”

Jika dipikir-pikir, temanku itu hanya berusaha untuk mengungkapkan sebuah makna sederhana saja. Makna yang rasanya semua orang pernah mengalaminya, tetapi jarang yang menyadarinya. Maksud dari adiksi psikologi itu kurang lebih adalah seperti berikut ini. Katakanlah ada seorang cewek yang mempunyai seorang cowok yang benar-benar ia sayangi. Maka setiap saat si cewel akan menerima atau bahkan menuntut limpahan perhatian dan kasih sayang dari sang cowok. Lantas ada suatu masa dimana terjadi kerenggangan dalam hubungan mereka, yang akhirnya mengakibatkan mereka “Break!”, putus tali cinta. Entah karena faktor apa itu, tapi itulah yang terjadi, that’s the fact, they broke up!!.

Nah, secara otomatis limpahan perhatian dan kasih sayang yang biasa diterima si cewek dari sang cowok akan terhenti. Setelah itu, si cewek akan berusaha secepat mungkin mencari pengganti limpahan perhatian dan kasih sayang yang telah menghilang. Dengan kata lain, ia akan berusaha mencari cowok baru secepatnya. Kadang begitu cepatnya sehingga terkesan si cewek tidak selektif,siapa sajalah aku mau asalkan segera dapat cowok, mungkin itulah yang ada di pikiran si cewek. Sebagai pelampiasan, itulah istilah umumnya.

Ia begitu membutuhkan seseorang yang menurut dia “mau peduli pada perasaannya”, seseorang yang secara intens memberikan perhatian padanya. Seseorang yang setiap saat bertanya, “Dah makan belum?”, “Udah sholat ta?”, “Gi dimana sayang?” atau sekedar bertanya, “Gi ngapaen honey?,kangen nih”. Pertanyaan-pertanyaan yang menurut dia adalah manifestasi dari rasa peduli yang ada di hati.

Nah, bila ada cewek seperti itu, bisa dikatakan dia terkena penyakit adiksi psikologi. Limpahan kasih sayang dari sang cowok membuatnya kecanduan sehingga begitu limpahan kasih sayang itu menghilang, ia berusaha secepat mungkin mencari penggantinya. Seakan hidup begitu sepi,hambar,sakit, tanpa limpahan kasih sayang cowok.

Dan menurutku, pribadi semacam ini adalah pribadi yang lemah, rapuh. Yang dipikirkannya hanyalah “perasaanku”, bukan “perasaannya”. Orang seperti inilah yang perlu dikasihani, bukan orang yang air matanya mengalir deras karena putus cinta. Orang yang menangis itu adalah orang yang berani mengekspresikan perasaannya. Sedangkan para adiksioner, lebih takut mengekspresikan perasannya, karena pada dasarnya ia memang takut pada perasaannya sendiri. Ingin sekali kutegaskan, bahwa orang yang menangis tidaklah selalu orang yang cengeng/lembek/rapu/lemah, pun orang yang kepalanya selalu tegak, kering air mata, tidaklah selalu orang yang tegar.

Ini adalah cara pandangku kawan, aku yakin kamu punya cara pandang sendiri, maka tuliskanlah. Seperti bunyi sebuah kata bijak, “karena tidak semua hal bisa diucapkan, maka tuliskanlah”.