Friday, May 21, 2010

THE CD BOY

Seorang anak laki-laki berjalan menuju sebuah toko, ia hendak membeli sebuah CD. Baru saja ia membuka pintu toko CD itu, ia sudah dikejutkan sebuah pemandangan mempesonakan yang ada di seberang sana. Di ujung sana, di belakang sebuah meja, seorang gadis cantik tersenyum padanya. Gadis itu tersenyum dengan senyuman yang paling manis. Anak laki-laki itu merasa, itu adalah senyum termanis yang pernah dilihatnya. Jika saja bisa, ingin rasanya ia mencium gadis itu sekarang juga. Tapi tentu saja itu mustahil.

Anak laki-laki itu berjalan menghampiri sang gadis dengan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. Ia tidak sanggup menatap mata gadis itu secara langsung.
“Apa yang bisa kubantu?”, tanya gadis itu masih dengan senyum manisnya. Jarak keduanya yang sekarang berdekatan, membuat dada anak laki-laki itu semakin berdebar-debar.
“Aku mau membeli CD”, jawab anak laki-laki itu dengan suara yang tertahan di di tenggorokan. Dengan sigap, gadis itu segera mengambil sebuah CD.
“Apakah kau mau CD-nya dibungkus?”, tanya gadis itu lagi.
“Ya”, jawab anak laki-laki itu singkat.

Gadis itu berjalan menuju bagian belakang toko. Beberapa saat kemudian gadis itu sudah kembali dengan CD dalam keadaan telah terbungkus. Anak laki-laki itu menerima CD-nya dan segera meninggalkan toko itu.

Rupanya anak laki-laki itu sudah benar-benar terpesona dengan senyuman gadis itu. Keesokan harinya, ia kembali ke toko itu. Tentu saja, ia sebenarnya tidak membutuhkan CD itu. Ia hanya ingin melihat senyum manis gadis itu. Ya itu saja.

Maka, hari-hari berikutnya berjalan dengan prosedur yang sama. Anak laki-laki itu masuk toko dan gadis itu memberikan senyum termanisnya. Lalu gadis itu mengambil sebuah CD dan pergi ke bagian belakang toko untuk membungkusnya. Anak laki-laki itu pergi setelah menerima CD-nya. Begitulah skenarionya setiap hari.

Sebenarnya anak laki-laki itu ingin sekali berkenalan dengan gadis itu, dan kalau mungkin mengajaknya pergi keluar. Keluar kemana saja untuk bisa menghabiskan waktu bersamanya. Tapi ia terlalu malu. Ia tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rupanya sang ibu dari anak laki-laki ini, menyadari apa yang telah terjadi pada anaknya. Ia menyarankan agar anaknya tidak perlu merasa takut. Ajak saja ia berkenalan. Kan hanya berkenalan, wajar saja. Dan selanjutnya mengalir saja.

Akhirnya keesokan harinya, anak laki-laki itu mengumpulkan segenap keberaniannya dan kembali lagi ke toko CD itu. Ketika gadis itu memberikan CD kepadanya, yang seperti biasa dalam keadaan terbungkus, anak laki-laki itu meninggalkan nomor teleponnya di meja gadis itu. Setelah itu, secepat kilat ia berlari keluar dari toko itu.

Beberapa hari kemudian, telepon di rumah anak laki-laki itu berdering, dan sang ibu yang mengangkat. Ternyata yang menelpon adalah gadis di toko CD itu. Kepada sang ibu, gadis itu menanyakan keberadaan anak laki-laki itu. Tapi anehnya, sang ibu langsung menangis.

Tidakkah kau sudah tahu, kalau anak ibu sudah meninggal?”. Gadis itu serasa tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Bagaimana mungkin bisa terjadi seperti ini. Selanjutnya jalur telepon sunyi, yang terdengar hanyalah desah tangis sang ibu. Gadis itu tidak berani bertanya lebih jauh lagi.

Suatu hari, sang ibu ingin mengenang anak laki-lakinya itu. Maka masuklah ia ke dalam kamar anaknya. Ia membuka lemari baju anaknya. Tapi begitu lemari itu dibuka, ia berhadapan dengan bertumpuk-tumpuk CD. Seolah semua ruang dalam lemari itu dipenuhi CD. Dan semua CD itu, masih dalam keadaan terbungkus. Sang ibu mengambil 1 CD, lalu duduk di kasur sambil membukanya. Ketika pembungkus CD itu dibuka, jatuhlah ke lantai selembar kertas dari dalamnya. Ibu mengambilnya dan membaca tulisan yang ada di kertas itu.
“Hai, aku lihat kau adalah cowok yang baik dan manis. Maukah kau pergi keluar bersamaku?”. Salam, Jacelyn.
Ibu mengambil 1 CD yang lain, dan ketika pembungkusnya dibuka, juga ada selembar kertas bertuliskan:
“Hai, aku lihat kau adalah cowok yang baik dan manis. Maukah kau pergi keluar bersamaku?”. Salam, Jacelyn.
Ibu mengambil 1 CD yang lain lagi, dan di dalamnya pun ada selembar kertas dengan tulisan yang sama. Begitu terus, terus dan seterusnya.

Cerita ini aku ambil, terjemahkan dan tulis ulang dari buku Interlanguage, Pusat Perbukuan Nasional.