Sunday, July 6, 2008

Menghina Diri Sendiri

Kalau kamu pernah melihat acara Empat Mata, disitu kita akan melihat sang penguasa acara, Si Tukul tak segan-segan menghina diri sendiri, menertawakan diri-sendiri, menonjolkan kelemahan-kelemahannya yang malah menjadi kekuatan dan daya tarik tersendiri dan mengungkapkan ironi-ironi tentang dirinya-sendiri. Misalnya ia sering mengatakan kalau dirinya adalah seorang coverboy, padahal semua orang tahu wajahnya sama sekali tak memenuhi kualifikasi sebagai seorang coverboy. Atau ia sering mengatakan kalau dirinya adalah kembarannya Ari Wibowo, emang kembar dilihat darimananya coba? Tapi bagaimanapun keadaannya, itulah Tukul, seorang yang ceplas-ceplos terkesan seenaknya sendiri, kadang terlihat lugu dan blo’onnya, namun terkandung kebijaksanaan dari gemerincing ocehan-ocehannya. Seseorang yang selalu mengaku kalau dirinya terlalu keren (too cool) untuk ukuran seorang coverboy (another ironic).

Pernahkah Anda menghina diri sendiri?.Pernahkah kamu menertawakan diri sendiri dan menunjukkan kelemahan sendiri?. Maukah Anda melakukannya, pernahkah terpikir oleh kamu untuk melakukannya?. Kalau disuruh memilih, kamu lebih memilih mana, menghina diri sendiri atau menghina orang lain?. Bagaimana hati dan pikiran Anda menyikapi sebuah penghinaan, baik yang berasal dari diri Anda sendiri maupun dari orang lain?. Bagaimana Anda memahami seorang Tukul yang hanya tertawa terkekeh-kekeh atau tersenyum simpul menghadapi penghinaan yang ditujukan pada dirinya?

Apa sih sebenarnya inti dari sebuah penghinaan itu?. Penghinaan muncul karena adanya sesuatu yang tidak sempurna, sesuatu yang tidak normal/catat atau sesuatu yang aneh sehingga ‘pantas’ dan patut untuk dihina. Menghina orang lain memang sesautu yang tidak pantas dan tidak dibenarkan dalam etika bersosialisasi. Tapi bagaimana dengan menghina diri sendiri?. Pantas dan layakkah untuk dilakukan?. Adakah manfaatnya bagi kita. Atau malah tidak ada manfaatnya sama sekali dan justru malah merendahkan diri kita sendiri? . Kalau emang tidak ada manfaatnya sama sekali, tak perlulah kita membicarakannya di sini.

Secara psikologi, menghina diri sendiri dapat membuat seseorang semakin rendah diri jika tidak mampu mengendalikan emosinya sendiri. Namun dapat juga membuat seseorang semakin kuat mentalnya dalam menghadapi kehidupan, karena barangkali ia sudah sering mendapatkan penghinaan yang lebih dari itu. Seorang yang bermental baja, yang cacat kakinya yang juga berprofesi sebagai pembuat kaki palsu di Mojosari, Mjokerto, Sugeng Siswoyudono begitulah namanya, dikalangan anak buahnya disebut dengan Jendral. Ketika ada seorang anak muda yang datang padanya ingin dibuatkan kaki palsu untuk kakinya yang cacat, sang Jendral malah memarahi dan menghinanya dengan caci makian. “Lapo koen orep, wong sekelmu wis koyok ngunu kok”. Orang macam apa yang tidak akan marah bila dihina dengan cacian semacam apa itu?. Ia masih muda tiba-tiba harus kehilangan kesempurnaan hidupnya dengan kehilangan salah satu kakinya. Ia butuh seseorang yang bisa menguatkan hatinya dan datang ke seorang yang barangkali tepat, tapi mengapa ia malah menghinanya?.

Setidaknya memang itulah metode yang digunakan sang Jendral untuk membentuk mental baja para anak buahnya. Ia dihina dengan sehina-hinanya supaya ia terbiasa dengan hinaan semacam itu. Karena dunia di luar sana, dunia ini dan orang-orangnya, punya bermacam-macam penghinaan yang mungkin jauh lebih menyakitkan dan merendahkan. Kamu harus kuat, kamu harus sabar. Karena bagaimanapun keadaanmu, hidup ini tak mau bertoleransi, kamu harus tetap berjuang untuk menghadapinya dengan caramu sendiri.

Penghinaan itu, bagaimanapun bentuknya, sebenarnya .adalah salah satu jalan untuk mengingatkan betapa kita manusia ini bukanlah sosok yang sempurna. Manusia selalu punya kelemahan dan kekurangan, tidak ada itu sosok seperti Superman (Superman saja masih punya kelemahan). Dan selanjutnya bagaimana langkah kita untuk mengubah kelemahan dan kekurangan itu menjadi kekuatan untuk menghadapi kerasnya hidup. Hidup ini bisa memperlakukan kita seenaknya sendiri, karena itu ia selalu menuntut kita untuk kuat dalam berjuang.

No comments:

Post a Comment

Silahkan kasih komentar di sini