Sunday, November 23, 2008

Professionalism and Idealism

Sesungguhnya seperti isme-isme yang lain, dia memang menuntut perjuangan dan pengorbanan. Konsistensi kita dalam menjalankan nilai yang terkandung dalam isme itulah yang menjadikannya benar-benar sebuah isme. Tapi entah kenapa, konsistensi itu itu pula yang memberikan implikasi kurang menyenangkan bagi kita. Inilah yang lantas secara aklamasi kita sebut sebagai sebuah ironi.


Let's talk about Idealism

Idealisme hanya hanya akan membuat kamu miskin dan termarginalkan. Terutama bila kamu tidak didukung oleh sistem dimana kamu sendiri menjadi elemen dari sistem itu sendiri. Sebenarnya tidak pernah ada yang salah dengan sistem, karena ia selalu dibuat dengan sebagus dan seideal mungkin.Hanya saja personal-personal yang membentuk sistem itu sendirilah yang membuat sistem tampak cacat. Tapi memang baru sampai di situ sajalah kemampuan kita, masih sibuk mengutak-atik/membangun sistem dan melupakan membangun elemen-elemen pendukungnya. Apa jadinya bila kita bersusah payah memegang idealisme sementara kita dikelilingi oleh orang-orang yang skeptis dan oportunis. Bersiap-siaplah untuk merana, dihina dan ditertawakan.
Ironi 1 : Orang yang idealis malah miskin termarginalkan


Let's talk about Professionalism.

Sedangkan profesionalisme membuat kamu seperti orang paling bodoh di dunia. Di dalam sistem yang tidak sejalan dengan prinsip kamu, kamu adalah ALien, keberadaan kamu dianggap tidak teridentifikasi seperti UFO (Unidentified Flying Object). Itu artinya kamu harus mengambil jalan yang pastinya berbeda dengan jalan yang diambil kebanyakan orang. Jalan yang karena banyak orang yang yang melaluinya, maka dianggap benar. Kamu berteriak keras menunjukkan keteguhan prinsip kamu, tapi mereka sama sekali acuh tak acuh, tak peduli. Jadilah kamu seperti orang yang tampak bodoh.
Ironi 2 : Orang profesional malah tidak dianggap dan terlihat bodoh


What we try to say.

Mereka, kebanyakan orang itu, memang sering berkumpul, rapat, diskusi, mengadakan seminar tentang profesionalisme dengan tema-tema yang megah, menggetarkan jiwa. Mereka pintar beranalisa, berargumentasi dan juga berkonspirasi. Tapi apa yang mereka analisa dan argumentasikan, never more than just a fake. A great conspiration covered by a fake.
Ironi 3 : Megah tapi palsu


The conclution.

Aku sebenarnya malu mengucapkan semua ini. Aku malu dan malas harus bertengkar soal profesionalisme dan idealisme. Aku bahkan rela jika dikatakan kurang beretika. Aku seharusnya adalah orang yang bekerja dengan dasar ketulusan dan keikhlasan. Tapi apa daya, bagaimanapun aku tetap manusia biasa, bahkan ketulusan dan keikhlasan itu tak mampu memberikan aku kehidupan. Aku membutuhkan timbal balik sebagai konsekuensi dari tuntutan profesionalisme yang sudah kami laksanakan.
Ironi 4 : Aku mau tapi malu dan malas


Closing Statement

"Idealisme menuntun kita pada kehancuran. Profesionalisme di institusi ini adalah sebuah pertanyaan. KENYATAAN DALAM DUNIA FANTASI"

2 comments:

  1. Berbuat baik tanpa pamrih dan tulus ibarat berjalan diatas seutas tali meniti jurang yang dalam, kita terus bisa jatuh dan mati konyol(melarat dan terkucil), tapi kalau go back, neraka taruhannya.....

    Jadi akhirnya semua ada di tangan kita

    ReplyDelete
  2. So, what we have to do?. Just make a choice between hell and heaven?. That's the point,

    ReplyDelete

Silahkan kasih komentar di sini